Keuntungan dan Resiko Obligasi.
Sebagai sebuah instrumen investasi, obligasi menawarkan beberapa
keuntungan menarik antara lain:
a. Memberikan pendapatan tetap (fixed
income) berupa kupon.
Hal ini merupakan ciri utama obligasi,
dimana pemegang obligasi akan mendapatkan pendapatan bunga secara rutin selama
waktu berlakunya obligasi. Bunga yang ditawarkan obligasi, umumnya lebih tinggi
daripada bunga yang diberikan deposito atau SBI.
b. Keuntungan atas penjualan obligasi (capital gain).
Disampingpenghasilan berupa kupon,
pemegang obligasi dapat memperjualbelikan obligasi yang dimilikinya. Jika ia
menjual lebih tinggi dibandingkan dengan harga belinya maka tentu saja pemegang
obligasi tersebut mendapatkan selisih yang disebut dengan capital gain. Jual
beli obligasi tersebut dapat dilakukan di pasar sekunder melalui para dealer
atau pialang obligasi. Jual beli obligasi berbeda dengan jual beli saham. Jika
jual beli saham dinyatakan dengan nilai rupah, misalnya saham A dijual seharga
Rp 4.000 per lembar saham maka jual beli obligasi dinyatakan dalam bentuk
persentase atas harga pokok obligasi.
Selain manfaat di atas Obligasi juga
mempunyai Kekurang atau sebuah resiko
yang harus kita waspadai apabila kita ingin berinvestasi dalam Obligasi
diantara resiko-resiko tersebut
ialah sebagai berikut:
a. Interest-Rate Risk.
Harga dari sebuah obligasi akan
berubah pada arah yang berlawanan dari perubahan tingkat bunga. Jika tingkat
suku bunga naik, maka harga obligasi akan turun. Begitu pula sebaliknya, jika
suku bunga turun maka harga obligasi akan naik. Jika seorang investor harus
menjual obligasi sebelum jatuh tempo, peningkatan tingkat suku bunga bermakna
bahwa investor akan mengalami capital loss (missal investor menjual obligasi
dibawah harga beli). Risiko jenis ini dikenal dengan interest-rate risk atau
market risk. Risiko ini merupakan risiko yang pada umumnya dialami oleh
investor pada pasar obligasi.
b. Reinvestment
Risk.
Variabilitas pada tingkat reinvestment
akibat adanya perubahan pada tingkat bunga pasar dinamakan reinvestment risk.
c. Call Risk.
Sebagian perusahaan menetapkan untuk
menarik atau membeli obligasi yang diterbitkannya pada harga dan waktu
tertentu. Hal ini menyebabkan investor akan mengalami call risk dimana pada
tanggal tertentu perusahaan penerbit obligasi akan menarik kembali obligasinya.
d. Default Risk.
Default Risk juga berkaitan dengan
risiko gagal bayar, artinya risiko penerbit obligasi yang mengalami
kebangkrutan. Akibat adanya risiko ini, obligasi yang memiliki Default Risk
dalam perdagangan di pasar obligasi mempunyai harga yang rendah dibandingkan
dengan U.S Treaasury securities. Dilain pihak, obligasi ini dalam perdagangan
di pasar obligasi memiliki yield yang lebih besar dari treasury bond.
e. Inflation Risk.
Peningkatan Inflation risk atau
purchasing power risk disebabkan oleh bervariasinya nilai aliran kas yang
diterima oleh investor akibat dampak adanya security due inflasi. Contohnya
jika investor membeli obligasi pada coupon rate sebesar 7%, tetapi tingkat
inflasi adalah 8%, maka purchasing power aliran kas secara nyata akan
dikurangi.
f. Exchange-Rate Risk.
Obigasi yang diperdagangkan denominasi
valuta asing, memiliki nilai yang tidak dapat diketahui dengan pasti. Nilai
obligasi dalam mata uang acto baru dapat diketahui ketika pembayaran kupon atau
nilai pokok pinjaman terjadi.
g. Liquidity Risk Liquidity atau marketable risk.
Bergantung pada kemudahan suatu
obligasi untuk dijual kembali sebesar nilai obligasinya.
h.Volatility Risk.
Harga suatu jenis obligasi tertentu
bergantung pada tingkat suku bunga dan actor-faktor lainnya yang mempengaruhi
nilai obligasi tersebut. Perubahan pada actor-faktor tersebut berpengaruh pada
harga obligasi. Risiko jenis ini dikenal dengan volatility risk.